Kata pengantar
Assalamualaikum wr. Wb
Puji syukur alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah tugas farmasetika “TENAGA KEFARMASIAN” dengan baik dan benar.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Allah SWT, Orang tua penulis, dan dosen praktik farmasetika.
Tujuan pembuatan makalah ini selain untuk tugas farmasetika dasar juga dapat memberikan informasi dan ilmu bagi mahasiswa lain agar lebih mengetahui tentang Farnasi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran sangat dinantikan guna penyempurnaan.
Tegal, Mei 2012
Sulistiyawati
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………............. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………............ ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….............. iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….............. 1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………….. 2
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………........ 18
BAB IV DAFTAR PUSTAKA…………………………………………..............19
I. Pendahuluan
Tenaga kefarmasian dibagi menjadi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefamasian dibagi menjadi apoteker, asisten apoteker, dan ahli madya farmasi.
Masing- masing tenaga kefarmasian maupun tenaga teknis kefarmasian memiliki peranan dan fungsi yang berbeda satu sama lain. Tapi semua peranan dan fungsi berkaitan dengan dunia farmasi.
Semua yang dilakukan tenaga kefarmasian maupun tenaga teknis kefarmasian diatur dalam Undamg- Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1963 Tentang Tenaga Kesehatan.
II. Pembahasan
A. Pengertian
Dikutip dari PP 51 tahun 2009-Pekerjaan Kefarmasian
Tenaga kefarmasian : tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
v Apoteker : sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
v Tenaga teknis kefarmasian : tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analisis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker.
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
B. Macam – macam
Tenaga Kefarmasian menurut PP.32/1996 adalah Apoteker, Asisten Apoteker dan Ahli Madya Farmasi.
Apoteker adalah seseorang yang mempunyai keahlian dan kewenangan di bidang kefarmasian baik di apotek, rumah sakit, industri, pendidikan, dan bidang lain yang masih berkaitan dengan bidang kefarmasian.
Asisten Apoteker yang dimuat dalam keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
Sedangkan asisten apoteker menurut pasal 1 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 679/MENKES/SK/V/2003, tentang Registrasi dan Izin Kerja Asisten Apoteker menyebutkan bahwa “Asisten Apoteker adalah Tenaga Kesehatan yang berijasah Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan Makanan Jurusan Analis Farmasi dan Makanan Politeknik Kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ahli Madya (A.Md.) merupakan gelar vokasi yang diberikan kepada lulusan program pendidikan diploma 3.
Penyandang Gelar A.Md memiliki ketrampilan praktis daripada teoritis. Pada proses belajarnya hampir seluruh mata kuliah pada program D3 ini memiliki komposisi 30% teori dan 70% praktek. Pengajar pada program D-3 minimum bergelar S-2.
C. Fungsi tenaga kefarmasian
Apoteker
Berdasarkan PP No. 51 tahun 2009, Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
a. Ada empat bidang pekerjaan dalam kefarmasian, antara lain: Pengadaan sediaan farmasi, yakni aktivitas pengadaan sediaan farmasi yang dilakukan pada fasilitas produksi, distribusi, pelayanan, dan pengadaan sediaan farmasi sebagaimana yang dimaksud harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian.
b. Produksisediaan farmasi. Syarat dari sebuah produksi kefarmasian yakni harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bisa dibantu oleh Tenaga TeknisKefarmasian (TTK). Fasilitas produksi meliputi Industri Farmasi Obat, Industri bahan Baku Obat, Industri Obat Tradisional, dan pabrik kosmetika. Sedangkan jumlah apoteker penanggung jawab di industri farmasi setidaknya terdiri dari 3 orang, yakni sebagai pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu. Untuk Industri Obat Tradisional dan kosmetika minimal terdiri dari 1 orang.
c. Distribusi/ penyaluransediaanfarmasi. Setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi berupa obat harus memiliki seorang apoteker sebagai penanggung jawab yang dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping atau TTK.
d. Pelayanansediaanfarmasiyakni FasilitasPelayananKefarmasianyang berupaApotik, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat dan Praktek bersama. Adanya pengaturan pekerjaan kefarmasian yang terbagi dalam empat bidang diatas bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi serta jasa kefarmasian. Selain itu juga untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundang-undangan dan memberikankepastian hukum bagipasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.
Dalam pekerjaannya, seorang apoteker juga memiliki wewenang, antara lain dapat menyerahkan Obat Keras, Narkotika dan Psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Wewenang apoteker lainnya adalah bila mendirikan apotek dengan modal bersama pemodal, maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh apoteker yang bersangkutan.
Tidak hanya wewenang saja yang dimiliki oleh seorang apoteker, namun juga tugas dan kewajiban yang harus dijalani apoteker. Kewajiban tersebut ialah:
a) Wajibmengikutiparadigmapelayanankefarmasiandanperkembanganilmupengetahuansertateknologi.
b) WajibmenyimpanRahasiaKedokterandanRahasiaKefarmasian.
c) Wajibmenyelenggarakan program kendalimutudankendalibiaya.
Didalam pekerjaan kefarmasian, dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk itu, yakni Tenaga Kefarmasian. Ada dua macam Tenaga Kefarmasian yaitu Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian, seperti Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, SMK Farmasi atau AA.
Seorang Tenaga Kefarmasian harus memiliki aspek legal yang dibutuhkan sebagai syarat, yakni:
1. IjasahApoteker
2. SertifikatKompetensiProfesiApoteker
3. SuratTandaRegistrasiApoteker (STRA)
4. SuratIjin (PraktikApoteker/ KerjaApoteker)
Asisten Apoteker
Sedangkan kewajiban Asisten Apoteker Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/X?2002 adalah sebagai berikut:
Ø Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standar profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat serta melayani penjualan obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter
Ø Memberi Informasi:
· Yang berkaitan dengan penggunaan/ pemakaian obat yang diserahkan kepada pasien
· Penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional atas permintaan masyarakat
· Informasi yang diberikan harus benar, jelas dan mudah dimengerti serta cara penyampaiannya disesuaikan dengan kebutuhan, selektif, etika, bijaksana dan hati-hati. Informasi yang diberikan kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan/ minuman/ aktifitas yang hendaknya dihindari selama terapi dan informasi lain yang diperlukan
Ø Menghormati hak pasien dan menjaga kerahasian identitas serta data kesehatan pribadi pasien
Ø Melakukan pengelolaan apotek meliputi:
a. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat dan bahan obat
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan sediaan farmasi lainnya
c. Pelayanan informasi mengenai sediaan farmasi.
Ahli madya Farmasi
a. Pelaksana pelayanan kesehatan di bidang farmasi.
b. Pelaksana produksi sediaan farmasi.
c. Pelaksanan pendistribusian dan pemasaran sediaan farmasi.
d. Penyuluh dan sumber informasi kesehatan di bidang farmasi.
e. Pelaksana pengumpulan dan pengolahan data untuk penelitian.
f. Pelaksana pengelolaan obat.
D. Undang- Undang yang menyangkut Tenaga Kefarmasian
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 1963
TENTANG
TENAGA KESEHATAN
BAB I
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 1
Maksud dan tujuan undang-undang ini ialah untuk menetapkan ketentuan-ketentuan dasar mengenaiTenaga Kesehatan.
BAB II
KETENTUAN UMUM
Pasal 2
Yang dimaksud dengan Tenaga Kesehatan dalam undang-undang ini, ialah:
I. Tenaga Kesehatan sarjana, yaitu:
a. dokter;
b. dokter-gigi;
c. apoteker;
d. sarjana-sarjana lain dalam bidang kesehatan;
II. Tenaga Kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah:
a. dibidang farmasi : asisten-apoteker dan sebagainya
b. dibidang kebidanan: bidan dan sebagainya;
c. dibidang perawatan: perawat, physio-terapis dan sebagainya
d. dibidang kesehatan masyarakat : penilik kesehatan, nutrisionis dan lain-lain
e. dibidang-bidang kesehatan lain.
BAB III
SYARAT UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN DOKTER/ DOKTER-GIGI/APOTEKER
Pasal 3
Syarat untuk melakukan pekerjaan sebagai dokter/dokter-gigi ialah:
a. Yang bersangkutan memiliki ijazah dokter/dokter-gigi menurut peraturan yang berlaku;
b. Yang bersangkutan memiliki ijazah dokter/dokter-gigi diluar negeri yang sederajat denganUniversitas Negara menurut peraturan yang berlaku.
Pasal 4
Syarat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker:
a. Yang bersangkutan memiliki ijazah apoteker menurut peraturan yang berlaku;
b. Yang bersangkutan telah melakukan pekerjaan kefarmasian/ sebagai apoteker menurut undang- undang yang berlaku;
c. Yang bersangkutan memiliki ijazah apoteker diluar negeri, yang menurut peraturan yang berlaku dinyatakan sederajat dengan ijazah apoteker di Indonesia.
BAB IV
IZIN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN DOKTER/DOKTER-GIGI/APOTEKER
Pasal 5
Untuk melakukan pekerjaan, baik pada Pemerintah, pada badan-badan Swasta maupun secara Swastaperseorangan, tenaga kesehatan yang dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4 harus memperoleh izinMenteri.
Pasal 6
(1) Pada izin yang dimaksud dalam pasal ditetapkan (tempat), jangka waktu dan syarat-syarat lain,sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 10 ayat (2), (3) dan (4) Undang- undang tentangPokok-pokok Kesehatan.
(2) Hal-hal mengenai daerah (tempat), jangka waktu dan syarat-syarat lain yang dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
TUGAS PEKERJAAN TENAGA KESEHATAN SARJANA-MUDA, MENENGAH DAN RENDAH
Pasal 7
(1) Tugas pekerjaan tenaga kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah ditetapkan berdasarkan pendidikan dan pengalamannya.
(2) Pendidikan yang dimaksudkan dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri Kesehatan.
Pasal 8
(1) Tenaga kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah melakukan pekerjaannya dibawah pengawasan dokter/dokter-gigi/ apoteker/sarjana lain yang dimaksud pasal 2 nomor 1.
(2) Kepada tenaga kesehatan tertentu dapat diberikan wewenang terbatas untuk menjalankanpekerjaan tanpa pengawasan langsung sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1).
(3) Ketentuan-ketentuan dalam pasal 5 dan 6 berlaku juga untuk melakukan pekerjaan tenaga kesehatan yang dimaksud dalam ayat (2).
BAB VI
TENAGA PENGOBATAN BERDASARKAN ILMU DAN/ATAU CARA LAIN DARI PADA ILMUKEDOKTERAN
Pasal 9
(1) Menteri Kesehatan memberi bimbingan dan pengawasan kepada mereka yang melakukan usaha- usaha pengobatan berdasarkan ilmu dan atau cara lain dari pada ilmu kedokteran.
(2) Bimbingan dan pengawasan yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan- peraturan pelaksanaan.
BAB VII
BIMBINGAN PEMERINTAH
Pasal 10
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang tentang Pokok -pokok Kesehatan(Undang-undang tahun 1960 No. 9; Lembaran-Negara tahun 1960 No. 131), Menteri Kesehatanmengatur, membimbing dan mengawasi tenaga kesehatan dalam melakukan tugas pekerjaannya, baikyang dijalankan sebagai perseorangan maupun yang merupakan aktivitas-aktivitas secara kolektip.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1966 NOMOR 79
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 1963
TENTANG
TENAGA KESEHATAN
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Undang-undang ini menetapkan ketentuan-ketentuan yang bersifat khas (spesifik) mengenai petugas-petugas kesehatan, maka dari itu Undang-undang ini dapat berlaku disamping Undang-undang lainseperti Undang-undang Pokok Kepegawaian perihal Pegawai Negeri, Undang-undang Wajib kerjaSarjana mengenai para Sarjana. Undang-undang Wajib Militer mengenai Warga Negara yang harusmelakukan dinas Wajib Militer.
Pasal 2
Tenaga Kesehatan Sarjana, termasuk golongan Sarjana pada umumnya pendidikannya diselenggarakanoleh Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan.
Tenaga Kesehatan lainnya yang bertingkat Sarjana Muda, Menengah dan Rendah (non-akademikus)pendidikannya diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakatdalam bidang Kesehatan.
Yang dimaksud dengan Sarjana Muda adalah tingkatan semi-akademis.
Pasal 3
Ijazah-ijazah dokter, dokter-gigi, apoteker dan Sarjana-sarjana lain ini diatur dalam rangka pelaksanaanUndang-undang Perguruan Tinggi, yang juga akan mengatur soal-soal gelar, sebutan, wewenang dansebagainya secara keseluruhan.
Pasal 4
Yang dimaksud pada sub b ialah : assisten-apoteker yang mendapat izin memimpin sebuah "ApotikDarurat" menurut Undang-undang No. 18 tahun 1959.
Pasal 5
Dengan "melakukan pekerjaan secara swasta perseorangan" dimaksud : "praktek partikulirdokter/dokter-gigi".
Dengan pasal ini Menteri Kesehatan dapat mengetahui keadaan seluruh tenaga dokter/doktergigi/apoteker dimanapun juga mereka bekerja.
Pasal 6
(1) Menteri Kesehatan memberikan izin dengan memperhatikan kepentingan rakyat dan Negara (umpamanya distribusi Tenaga Kesehatan secara merata diseluruh wilayah Negara), penetapanjangka waktu untuk melakukan pekerjaan dokter/dokter-gigi/apoteker disuatu daerah tidakmengurangi daya laku wewenang ijazah sebagaimana ditetapkan (diakui) dalam pasal 3 dan 4.
Menteri Kesehatan menetapkan syarat-syarat lain dengan memperhatikan fungsi sosial seorangdokter/dokter-gigi/apoteker, keadaan fisik (umpamanya tidak buta-tuli, tidak buta-warna) dansebagainya.
(2) Dalam melaksanakan ketentuan dalam ayat (1), Menteri Kesehatan memperhatikan segala sesuatu mengenai daerah (tempat), jangka waktu syarat-syarat lain yang ditetapkan dengan PeraturanPemerintah.
Pasal 7
(1) Sebagai contoh tugas pekerjaan tenaga kesehatan dimaksud dalam pasal ini adalah sebagai berikut:
a. Tugas pekerjaan Tenaga Bidan yang berdasarkan pendidikannya, adalah terutama memberi pertolongan pada persalinan normal;
b. Tugas pekerjaan Tenaga Kesehatan perawat pada pokoknya adalah merawat penderita sakit dan membantu dokter dalam hal mengobatinya;
c. Tugas pekerjaan asisten-apoteker adalah melakukan kefarmasian yang terbatas
berdasarkan pendidikannya dan membantu pekerjaan apoteker.
(2) Sebutan dari pada Tenaga-tenaga Kesehatan itu diatur dengan Peraturan Pemerintah atau
Peraturan Menteri.
Pasal 8
(1) Oleh sebab Tenaga Kesehatan bukan Sarjana melakukan pekerjaan dibawah pengawasan
atasan-atasan yang bersangkutan, maka pertanggungan-jawab medis dari pada pekerjaannyaterletak pada atasan-atasan tersebut.
(2) Adalah suatu kenyataan, bahwa didaerah-daerah dimana tidak ada seorang dokter, maka TenagaKesehatan non-akademis tertentu melakukan pekerjaannya dengan memikul pertanggungan- jawab sepenuhnya.
Agar kenyataan ini dapat dikuasai sebaik-baiknya, maka ditetapkan disini bahwa TenagaKesehatan non-akademis tersebut perlu diberi wewenang yang terbatas.
(3) Cukup jelas.
Pasal 10
Perjalanan perkembangan masyarakat dan Negara kearah Masyarakat Sosialis dibimbing, denganadanya "pimpinan" disegala bidang (demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan seterusnya), makadalam rangka kenyataan ini dengan tegas diterangkan bahwa dalam melaksanakan tugas pekerjaanTenaga Kesehatan berada dibawah pimpinan Menteri Kesehatan.
Pemerintah memberi kesempatan agar Tenaga Kesehatan non-akademikus dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dengan jalan pendidikan-pendidikan dari kursus-kursus tambahan.
Tenaga kefarmasian : tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
v Apoteker : sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
v Tenaga teknis kefarmasian : tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analisis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker.
v Asisten Apoteker yang dimuat dalam keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
v Ahli Madya (A.Md.) merupakan gelar vokasiyang diberikan kepada lulusan program pendidikan diploma 3.
v Peranan tenaga kefarmasian berkaitan dengan dunia kefarmasian.
v Undang- Undang yang mengatur tentang Tenaga Kefarmasian tertuang dalam UU Nomor 6 Tahun 1963 Tentang Tenaga Kesehatan.
IV. Daftar Pustaka
ü www. Google. Com
ü akfarmuhcrb.ac.id/akademik/kompetensi.html (Peranan Ahli Madya Farmasi)
ü aptfi.or.id/wp-content/uploads/2009/03/pp-51-2009.pdf
0 Response to "TENAGA KEFARMASIAN"
Posting Komentar